Selasa, 29 Mei 2018

DUTA PADANG LAMUN ADALAH KITA





Assalamualaikum, Sahabat Air. Bolehkah aku memperkenalkan diriku? Aku Cindai, si penyu hijau. Bersama keluarga besar, aku bertempat tinggal di padang lamun di Biak, Papua. Seharusnya aku merasa bangga dengan Indonesia karena memiliki hamparan padang lamun tertinggi di negara ASEAN. Menurut Tim Walidata Lamun, padang lamun tersebar di 423 lokasi di Indonesia dengan jumlah luas mencapai 150 ribu hektar. Pencapaian yang luar biasa bukan, Sahabat Air? Namun Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004, dari keseluruhan lokasi yang divalidasi, hanya 5% yang kondisinya sehat. Aku bersyukur rumahku adalah salah satu dari padang lamun yang sehat di Indonesia. Aku bersyukur karena aku dibesarkan di lingkungan yang baik dan bersahabat dengan ikan kerapu, kepiting, kerang dan terumbu karang yang selalu menari mengikuti arus laut.

Beberapa waktu lalu, aku mendengar kabar melalui angin bahwa saudara-saudaraku yang berada di padang lamun yang berbeda sedang diselimuti kesedihan. Sahabat Air, membicarakannya saja sudah membuat ngilu hatiku. Bagaimana tidak, spesies kami, Penyu Hijau sudah semakin berkurang akibat seleksi alam yang begitu ketat ditambah lagi dengan padang lamun yang menjadi tempat kami untuk bercengkrama, bermain, berkeluarga, serta sebagai sumber pangan telah rusak. Dan hal yang membuatku tak kuasa menahan tangis adalah padang lamun yang berada di kawasan konservasi saja kondisinya kurang sehat atau sangat miskin, seperti halnya di Wakatobi dan Lombok.

Banyak sekali faktor yang menyebabkan padang lamun menjadi tidak lagi sebagai rumah kami yang aman dan nyaman. Salah satunya adalah unsur kesengajaan manusia dalam membangun wilayah industri, reklamasi laut dangkal, pencemaran rumah tangga dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.Begitu juga ancaman-ancaman alami terhadap ekosistem lamun berupa angin topan, gelombang pasang, kegiatan gunung berapi bawah laut, interaksi populasi dan komunitas (pemangsa dan persaingan) dan pergerakan sedimen. Saudara-saudaraku yang jauh di sana, tidak lagi bisa melihat indahnya rumah mereka. Aku bisa mendengar tangisan mereka setiap saat karena meratapi kesedihannya itu. Sahabat Air, perlu diketahui juga keberadaan padang lamun menciptakan ruang bagi banyak organisme untuk berkembang dan berinteraksi, membentuk satu kesatuan ekosistem di laut dangkal. Bagaimana jadinya jika padang lamun sudah tidak bisa lagi dijadikan tempat untuk berteduh, menyimpan telur, dan sumber panganan bagi mereka maka secara tidak langsung kepunahan menghantui saudara-saudaraku. Menyedihkan sekali. Ibuku pernah berkata di suatu malam, ketika padang lamun sudah tidak seindah dulu maka kualitas air di perairan laut dangkal akan jelek dan tentu berakibat fatal dalam hal perekonomian masyarakat pesisir. Mereka akan memanen ikan, kepiting, dan lainnya dalam kualitas rendah. Sungguh mengerikan, Sahabat Air.

Mengetahui segala polemik mengenai padang lamun yang memprihatinkan di Indonesia, marilah kita semua menjaga eksistensi padang lamun di Indonesia. Aku Cindai, sebagai salah satu dari penghuni padang lamun begitu berharap tanpa mengurangi rasa hormat untuk mengajak Sahabat Air bersama Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia untuk peduli dengan rumah kami. Kita mulai saja dengan hal-hal kecil seperti:
1.                  Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal guna menciptakan tindakan yang bijaksana dalam pemanfataan biota laut.
2.                  Menanam pohon mangrove dan terumbu karang di pesisir pantai. Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut membuat wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat subur dan produktif. Komunitas Lamun sangat berperan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari lingkungan pesisir.
3.                  Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
4.                   Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.

Nah, itulah beberapa cara yang bisa dilakukan sedini mungkin untuk menyelamatkan rumah keluarga cindai, dugong, dan para biota laut dangkal. Dan yang paling penting seperti yang dikatakan oleh Dugong and Seagrass Conservation Project, jadikannya diri kita sebagai duta lamun untuk memotivasi pribadi kita menyelamatkan padang lamun. Sampai jumpa, Sahabat Air.


#DuyungmeLamun
Kata Kunci : Duyung, lamun, DSCP Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar