Assalamualaikum,
Sahabat Air. Bolehkah aku memperkenalkan diriku? Aku Cindai, si penyu hijau.
Bersama keluarga besar, aku bertempat tinggal di padang lamun di Biak, Papua. Seharusnya
aku merasa bangga dengan Indonesia karena memiliki hamparan padang lamun
tertinggi di negara ASEAN. Menurut Tim Walidata Lamun, padang lamun tersebar di
423 lokasi di Indonesia dengan jumlah luas mencapai 150 ribu hektar. Pencapaian
yang luar biasa bukan, Sahabat Air? Namun Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 200 Tahun 2004, dari keseluruhan lokasi yang divalidasi, hanya 5%
yang kondisinya sehat. Aku bersyukur rumahku adalah salah satu dari padang
lamun yang sehat di Indonesia. Aku bersyukur karena aku dibesarkan di
lingkungan yang baik dan bersahabat dengan ikan kerapu, kepiting, kerang dan
terumbu karang yang selalu menari mengikuti arus laut.
Beberapa
waktu lalu, aku mendengar kabar melalui angin bahwa saudara-saudaraku yang berada
di padang lamun yang berbeda sedang diselimuti kesedihan. Sahabat Air,
membicarakannya saja sudah membuat ngilu hatiku. Bagaimana tidak, spesies kami,
Penyu Hijau sudah semakin berkurang akibat seleksi alam yang begitu ketat
ditambah lagi dengan padang lamun yang menjadi tempat kami untuk bercengkrama,
bermain, berkeluarga, serta sebagai sumber pangan telah rusak. Dan hal yang
membuatku tak kuasa menahan tangis adalah padang lamun
yang berada di kawasan konservasi saja kondisinya kurang sehat atau sangat
miskin, seperti halnya di Wakatobi dan Lombok.
Banyak
sekali faktor yang menyebabkan padang lamun menjadi tidak lagi sebagai rumah
kami yang aman dan nyaman. Salah satunya adalah unsur kesengajaan manusia dalam
membangun wilayah industri, reklamasi laut dangkal, pencemaran rumah tangga dan
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.Begitu juga ancaman-ancaman alami
terhadap ekosistem lamun berupa angin topan, gelombang pasang, kegiatan gunung
berapi bawah laut, interaksi populasi dan komunitas (pemangsa dan persaingan)
dan pergerakan sedimen. Saudara-saudaraku
yang jauh di sana, tidak lagi bisa melihat indahnya rumah mereka. Aku bisa
mendengar tangisan mereka setiap saat karena meratapi kesedihannya itu. Sahabat
Air, perlu diketahui juga keberadaan
padang lamun menciptakan ruang bagi banyak organisme untuk berkembang dan
berinteraksi, membentuk satu kesatuan ekosistem di laut dangkal. Bagaimana
jadinya jika padang lamun sudah tidak bisa lagi dijadikan tempat untuk
berteduh, menyimpan telur, dan sumber panganan bagi mereka maka secara tidak
langsung kepunahan menghantui saudara-saudaraku. Menyedihkan sekali. Ibuku
pernah berkata di suatu malam, ketika padang lamun sudah tidak seindah dulu
maka kualitas air di perairan laut dangkal akan jelek dan tentu berakibat fatal
dalam hal perekonomian masyarakat pesisir. Mereka akan memanen ikan, kepiting,
dan lainnya dalam kualitas rendah. Sungguh mengerikan, Sahabat Air.
Mengetahui segala polemik mengenai padang lamun yang
memprihatinkan di Indonesia, marilah kita semua menjaga eksistensi padang lamun
di Indonesia. Aku Cindai, sebagai salah satu dari penghuni padang lamun begitu
berharap tanpa mengurangi rasa hormat untuk mengajak Sahabat Air bersama Dugong
and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia untuk peduli dengan rumah kami. Kita
mulai saja dengan hal-hal kecil seperti:
1.
Pendidikan. Pendidikan mengenai
lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan
dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal guna menciptakan tindakan yang bijaksana
dalam pemanfataan biota laut.
2.
Menanam
pohon mangrove dan terumbu karang di pesisir pantai. Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut
membuat wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat subur dan produktif.
Komunitas Lamun sangat berperan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik
dari lingkungan pesisir.
3.
Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih
kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan
pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
4.
Pengembangan riset. Riset diperlukan
untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan
dalam pengelolaan lingkungan.
Nah, itulah beberapa cara yang bisa dilakukan sedini
mungkin untuk menyelamatkan rumah keluarga cindai, dugong, dan para biota laut
dangkal. Dan yang paling penting seperti yang dikatakan oleh Dugong and
Seagrass Conservation Project, jadikannya diri kita sebagai duta lamun untuk
memotivasi pribadi kita menyelamatkan padang lamun. Sampai jumpa, Sahabat Air.
#DuyungmeLamun
Kata
Kunci : Duyung, lamun, DSCP Indonesia